Friday, August 10, 2007

Are YOU Ready to DIE?

Kematian adalah suatu hal yang pasti. Yang kita tidak tahu hanyalah kapan, di mana, dan dalam kondisi apa kita mati. Dan saya yakin, semua orang dalam suatu situasi normal tidak akan pernah memikirkan hal ini. Kita akan berfikir bahwa semua akan baik-baik saja, tanpa sadar bahwa bayang-bayang kematian selalu hadir dalam setiap desah nafas.

Sang Malaikat Maut mungkin ada disini, saat ini, saat kita sedang membaca tulisan ini. Who knows? Bagaimanapun kita tidak bisa memilih kapan dan di mana kita mati, tapi kita masih punya kesempatan untuk memilih 'saat sedang apa' kita mati. Apakah saat sedang sholat, ngaji, atau saat di tempat maksiat? Kita masih bisa mempersiapkan kondisi terbaik untuk kematian kita.

Beberapa orang, termasuk saya, pernah 'hidup kembali' dari suatu kondisi di mana seharusnya kita mati. Mungkin saat kecelakaan, atau sembuh dari sakit. Setiap kali mengalami hal itu, kita mungkin bersyukur bisa lolos dari kematian, karena kita memang belum siap. Untuk sesaat kita merenung, bertekad untuk memperbaiki diri. Tidak berapa lama, kita kembali pada kehidupan yang mungkin belum bisa dikatakan baik.

Ada satu hal yang selalu saya pikirkan saat saya selamat dari kecelakaan, bahwa "Masih banyak hal yang harus saya lakukan dalam hidup, dan Allah, masih memberi saya kesempatan untuk menunaikannya".

Ok. Maybe it's not the first time you read this stuff, but I hope, you can live your life better. So, are YOU ready to DIE?

Monday, August 06, 2007

From BG to Gede (eps. 01): First Step


“A great journey begins with one small step” (Chinese proverb)

Medio Juni 2007

Perjalanan ini diawali dari perbincangan beberapa orang mahasiswa tingkat akhir yang sudah mulai muak dengan segala aktivitasnya yang menjemukan. (Iya lah, gimana ga’ muak coba? Sehari-harinya cuma makan, minum, nonton, tidur, trus kalo inget, mandi). Katakanlah nama mereka Hans (team leader), Day (tampangnya mirip Yasser al-Qahtani tapi kurus), Agus (harusnya ni orang ikut Kampus Extravaganza), dan sefs (ini gue). Dari obrolan ga penting yang biasa terjadi di antara mereka, tercetuslah satu ide brilian. Naek gunung. Targetnya Gede-Pangrango, berangkat akhir Juli. Brilian ga sih? Buat mereka yang hidupnya gitu-gitu aja, ide ini emang brilian banget. Bayangin aja, waktu itu mereka ga tau kalo Gede sama Pangrango tuh dua puncak yang beda. Amatir.

Dibuatlah pengumuman di depan asrama BG (red. Bumi Ganesha) tercinta, yang udah mau rubuh karena ditelantarin rektorat. Alhasil, ikutlah beberapa orang lagi. Maehan (orangnya ga segarang namanya ko), Feby (ini cowo lho), Zamzam (aktivis kampus), Dani (anak muda). Malem briefing sebentar, ngumpulin duit, besoknya sewa peralatan. Masalah survey plus administrasi ke sana udah diurus Hans + sefs. Semalem sebelum berangkat, tiba-tiba nambah lagi dua orang. Bagus (kecil-kecil cabe rawit) ama Om Ruri (dia udah tua sih, Juli ini lulus). So, we are ready to go, aren’t we?


Jum’at, 29 Juni 2007

Tim pendahulu (Hans + Feby) berangkat pagi buat ngurus administrasi akhir. Yang lain rencananya berangkat langsung ba’da Sholat Jum’at. Tapi tetep, rencana tinggal rencana. Ngaret pasti. Mereka masih sibuk ama urusan masing-masing. Terutama si Om. Baru nyampe asrama jam tiga, itupun belum siap. Ujung-ujungnya berangkat ba’da Ashar. It’s so Indonesia. Haha. Now, we are really-really ready to go!

Dengan angkot ungu yang mereka carter, lanjut naek bis Bandung-Bogor, plus angkot jurusan Cibodas, tibalah mereka di awal perjalanan. Taman Raya Cibodas. Abis makan malem plus sholat Maghrib+Isya, tim pendahulu langsung ngajak ke camp site di Lembah Mandalawangi. Lagi banyak juga yang camping, termasuk anak-anak Pramuka dari Jakarta. Pelantikan kayanya. Oke, tim dibagi dua buat diriin tenda. Yang satu lancar, yang satu lagi lama banget. Padahal tenda dom doang.

Biar besoknya kuat, tidurlah mereka. Ada yang tugas jaga, gantian. Kalo kayak gini, paling enak jaga pertama atawa terakhir, tidurnya ga kepotong. Dan bener aja, yang jaga tengah-tengah ga tidur lagi tuh. Sambil jaga, si Day masak nasi buat sarapan. Di asrama dia emang yang paling sering masak nasi, tapi pake rice cooker. Sekarang pake kompor... gagal deh. Bener-bener amatir. Feby langsung sumpah dia bakalan masak buat sesi selanjutnya. Sefs juga.

Tapi tu nasi akhirnya dimakan juga kok. Meski makannya harus dengan perjuangan yang berat dan mengorbankan tetesan air mata. Hiks...

(bersambung deh, kakak...)

Next: One Step Closer